Wednesday, March 12, 2008

Sejarah seorang pendendam (ketiga)

Sejarah seorang pendendam (ketiga).



Soto Babat


1. Dalam literatur sejarah Orde Baru digambarkan bahwa Soeharto lah yang mempunyai ide dan memimpin penyerbuan Serangan Umum Satu Maret di Yogyakarta.

Serangan tersebut dilakukan bersamaan dengan pertemuan Dewan Keamanan PBB di New York dengan tujuan untuk membuktikan bahwa pemerintah Republik Indonesia yang berdaulat masih ada dan tidak tunduk di bawah agresor Belanda.

Bantahan atas peran Soeharto ini pertama kali dilakukan oleh Wertheim, yang mengatakan justru ketika operasi sedang berlangsung Soeharto sedang asyik di warung Soto.

Sementara pak Latief sendiri mengatakan bahwa rencana penyerangan tersebut adalah inisiatif dari Sri-Sultan Hamengku Buwono IX, sedangkan Soeharto hanyalah pelaksana lapangan.

Hal lain yang dicoba dihilangkan adalah peranan dari Kolonel Latief dalam penyerangan tersebut.

Padahal pak Latief sendiri, menurut kisahnya, ikut memimpin pasukan menyerbu ke dalam kota Yogya.

‘Bahkan seorang anak buah saya mati tertembak kepalanya.’

Soeharto di jaman Revolusi, ternyata sudah merupakan Soeharto yang culas.

Menurut pak Latief, kesatuan pak Harto memiliki beberapa bus rampasan perang yang kemudian di-‘obyek’-kan dengan rute Solo-Yogyakarta.

Hasil obyekan tersebut tidak jelas ke mana larinya.

Soeharto juga mengambil beberapa jeep warisan tentara sekutu yang seharusnya menjadi milik Sri-Sultan Hamengku Buwono IX.

Namun dengan akal bulusnya jeep-jeep tersebut diambil alih untuk kesatuan dan keperluan pribadinya.

Tentang terjerumusnya Soeharto dalam hal mengobyekan jabatan dan kesatuannya untuk kepentingan ekonomis menurut dugaan pak Latief mungkin didorong oleh istrinya ibu Tien Soeharto.

Ibu Tien ini, sebagai putri keraton sudah sejak lama terlibat dalam jual-beli perhiasan.

Dan kebanyakan barang-barang tersebut didapat dari para pedagang Cina.

Hobi berdagang ini yang kemudian ditularkan pada Soeharto, anak desa yang introvet berhadapan dengan istrinya yang dari ‘keraton’.

Bahkan kontak Soeharto dengan para pedagang Cina, kemungkinan juga didapat dari ibu Tien, karena ibu Tien yang berpengalaman dalam hal urusan dagang dengan orang-orang peranakan Cina dalam jual-beli perhiasan.

Ini mungkin dapat menjelaskan bagaimana mungkin seorang ‘anak ndeso’ seperti Soeharto dapat mempunyai motif sebagai pedagang.


sumber lain (tentang skandal soto babat)

Di sisi lain, Soeharto juga membina persahabatan lama dengan Kolonel Abdul Latief yang juga bekas anak-buahnya di Divisi Diponegoro.

Latief adalah juga seorang tentara pemberani.

Ia adalah juga seorang yang saya nilai jujur.

Namun, berbeda dengan Untung, Latief mengantongi rahasia skandal Soeharto dalam Serangan Oemoem 1 Maret 1949 di Yogya.

Dalam serangan itu Belanda diusir dari Yogya (ketika itu ibu-kota RI) hanya dalam waktu enam jam.

Itu sebabnya serangan ini disebut juga ‘Enam jam di Yogya’, yang dalam sejarah disebut sebagai Operasi Janur Kuning karena saat operasi dilaksanakan semua pasukan yang berjumlah sekitar 2000 personil (termasuk pemuda gerilyawan) diharuskan mengenakan janur kuning (sobekan daun kelapa) di dada kiri sebagai tanda.

Yang tidak mengenakan tanda khusus ini bisa dianggap sebagai mata-mata Belanda dan tidak salah jika ditembak mati.

Soeharto (di kemudian hari) mengklaim keberhasilan mengusir Belanda itu atas keberaniannya.

Serangan Oemoem 1 Maret 1949 itu katanya, adalah ide dia.

Soal ini sudah diungkap di berbagai buku, bahwa serangan tersebut adalah ide Sri-Sultan Hamengku Buwono IX.

Soeharto adalah komandan pelaksana serangan.

Namun bagi Latief persoalan ini terlalu tinggi.

Latief hanya merupakan salah satu komandan kompi.

Hanya saja karena dia kenal Soeharto sewaktu masih sama-sama di Kodam Diponegoro, ia dekat dengan Soeharto.

Letief tidak bicara soal ide serangan.

Ia hanya bicara soal teknis pertempuran.

Tentara kita menyerbu kota dari berbagai penjuru mulai pukul 06.00 WIB, persis saat sirene berbunyi tanda jam malam berakhir.

Diserbu mendadak oleh kekuatan yang begitu besar, Belanda terkejut.

Perlawanan mereka sama sekali tidak berarti bagi pasukan kita.

Mereka sudah kalah strategi, diserang mendadak dari berbagai penjuru kota oleh pasukan yang jumlahnya demikian banyak.

Tangsi-tangsi Belanda banyak yang berhasil direbut tentara kita.

Namun Belanda sempat minta bantuan pasukan dari kota lain.

Walaupun bala bantuan pasukan Belanda datang agak terlambat, namun mereka memiliki persenjataan yang lebih baik dibanding tentara kita.

Mereka juga mengerahkan kendaraan lapis baja.

Pada saat itulah terjadi pertempuran hebat di seantero Yogyakarta.

Pada scope lebih kecil, kelompok pasukan pimpinan Latief kocar-kacir digempur serangan balik pasukan Belanda.

Dalam kondisi seperti itu Latief memerintahkan pasukannya mundur ke Pangkalan Kuncen sambil tetap berupaya memberikan tembakan balasan.

Setelah di garis belakang, Latief memeriksa sisa pasukan.

Ternyata tinggal 10 orang tentara.

Di saat mundur tadi sekilas diketahui 12 orang terluka dan 2 orang gugur di tempat.

Mereka yang luka terpaksa ditinggal di medan pertempuran, sehingga kemungkinan besar juga tewas, sedangkan pemuda gerilyawan (juga di bawah kompi Latief) yang tewas 50 orang.

Nah, saat Latief bersama sisa pasukannya berada di garis belakang itulah mereka berjumpa Soeharto.

Apa yang sedang dilakukan Soeharto?

Dia sedang santai makan soto babat, ujar Latief.

Ketika itu perang sedang berlangsung.

Ribuan tentara dan pemuda gerilyawan tengah beradu nasib menyabung nyawa, merebut tanah yang diduduki oleh penjajah.

Toh, Latief dengan sikap tegap prajurit melapor kepada Soeharto tentang kondisi pasukannya.

Soeharto ternyata juga tidak berbasa-basi misalnya menawari Latief dan anak-buahnya makan.

Sebaliknya Soeharto langsung memerintahkan Latief bersama sisa pasukannya untuk menggempur belanda yang ada di sekitar Kuburan Kuncen, tidak jauh dari lokasi mereka.


2. Ceritanya, saat di Divisi Diponegoro Soeharto menjalin hubungan dengan pengusaha Cina, Liem Sioe Liong (kelak mendapat perlakuan istimewa dari Soeharto, sehingga Liem menjadi pengusaha terbesar Indonesia).

Perkawanan antara Soeharto dan Liem ini, antara lain, menyelundupkan berbagai barang.

Soeharto pernah berdalih bahwa penyelundupan itu untuk kepentingan Kodam Diponegoro.

Berita penyelundupan itu cepat menyebar.

Semua perwira saat itu mengetahuinya.

Bahkan terungkap bahwa penyelundupan itu bukan untuk kepentingan Kodam, tetapi duitnya masuk kantong Soeharto dan Liem.

Saat mengetahui ulah Soeharto, kontan Yani marah.

Pada suatu kesempatan Yani bahkan sampai menempeleng Soeharto, karena penyelundupan itu dinilai memalukan korps.

AH Nasution lantas mengusulkan agar Soeharto diadili di mahkamah militer dan segera dipecat dari AD.

Namun, Mayjen Gatot Subroto mencegah, dengan alasan bahwa perwira ini masih bisa dibina.

Gatot lantas mengusulkan kepada Presiden Soekarno agar Soeharto diampuni dan disekolahkan di Sekolah Staf Komando Angkatan Darat (Seskoad) di Bandung.



Silakan lihat juga:

Sejarah seorang pendendam

Sejarah seorang pendendam (kedua)



Tiada kata yang masih dapat terucapkan lagi ...

No comments: