Thursday, January 24, 2008

Mahalnya Kedelai dan Nasib Tempe Tahu


Mahalnya Kedelai dan Nasib Tempe Tahu


Nasi, tahu, tempe dan sambal itulah makanan kita rakyat jelata.

Siapa yang tidak mengetahui hal ini?

Orang-orang luar Indonesia mematenkan dan mengatakan bahwa tahu dan tempe itu orang Indonesia mengimpor dari luar.

Mungkin memang benar pendapat dan hak mereka itu, mungkin memang petani kita selalu membelinya melalui Ebay, membayarnya dengan Paypal dan menerimanya melalui kurir Fed-Ex, DHL dst.


Bisa jadi, mungkin inilah penyebabnya:


B
ahasa Indonesia > Tema > Ekonomi


Mahalnya Kedelai dan Nasib Tempe Tahu

KBR68H

24-01-2008

Pemerintah berjanji mengeluarkan paket kebijakan untuk meningkatkan produksi kedelai dalam negeri, sekaligus menekan kenaikan harganya. Itulah jawaban pemerintah terhadap demo ribuan perajin tempe dan tahu di Istana Negara, pekan lalu. Mereka menuntut bantuan pemerintah agar usaha mereka tidak bangkrut gara-gara harga kedelai yang melonjak sampai lebih dari 100 persen. Apa saja jurus andalan pemerintah untuk menyelesaikan masalah kedelai? Dan efektifkah jurus itu? Kita simak liputan KBR68H.


Gulung tikar

Dari pabrik tahunya di kawasan Utan Kayu, Jakarta Timur, Subekti bertutur, "Dalam satu hari saya bisa merugi antara 200 sampai 400 ribu sehari. Ini kerugian riil. Kita ini berjalan sudah dua bulan belakang ini. Ya harus berkorban. Saya itu secara moral harus mempertahankan nasibnya yang 70 orang saya itu. Apa jadinya nanti. Kan bisa kita lihat di tivi, karena gak mampu beli kacang, akhirnya mereka banyak yang gulung tikar. Hanya kami tuntutannya itu bisa menstabilkan harga kedelai yang selama ini jadi patokan kami".

Pembuat tahu lain, Aming Effendi, malah mengaku sudah hampir bangkrut karena ia merugi hingga 200 ribu per hari.

Aming Effendi: "Jadi rugi terus. Kayaknya bapak hampir bangkrut nih dik. Jumlah karyawan saya, ya kurang lebih 20 oranglah. itu pegawainya berikut yang dagang itu 20 orang".


Efek domino

Efek domino terjadi. Kedelai mahal, maka makanan berbahan baku kedelai juga ikutan mahal. Pengelola warung yang mengandalkan lauk-pauk itu, juga harus membelinya dengan mahal pula. Ujung rantai ini adalah para pelanggan warung.

Eva, salah seorang pemilik rumah makan Utan Kayu Jakarta Timur. "Awalnya 5000 per sepuluh tahu, jadi 7000. Trus untuk menyiasati apa? Sayurnya aja dibanyakin sebagai ganti tahu dan tempe".

Puncak kegalauan para pembuat dan pedagang tahu tempe terjadi dalam aksi unjuk rasa di depan Istana Negara Jakarta, pekan lalu. Para pengusaha ini berasal dari Jakarta, Bogor, Tangerang dan Bekasi. Mereka mengeluhkan harga kedelai yang terus meroket setahun terakhir ini. Bila Januari 2007 harga kedelai masih berkisar Rp. 2500 per kilogram, maka pada awal tahun ini sudah melambung sampai tiga kali lipat, mencapai Rp. 7500 lebih per kilogramnya.


Menekan harga impor

Karena unjuk rasa itu, pemerintah meluncurkan dengan rencana menurunkan bea masuk impor kedelai. Harapannya harga kedelai impor di dalam negeri bisa ditekan. Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu.

Marie Elka Pangestu: "Apakah nol apakah lima itu nanti kita akan. Tapi yang jelas kita akan menurunkan, usul kami adalah untuk menurunkan bea masuk. Ini sedang kita akan bahas dalam rapat jam 1. Tetapi jelas salah satu hal yang bisa kita lakukan menurunkan bea masuk".

Menurut Mari Pangestu, kedelai mahal karena kenaikan harga di pasaran dunia. Dalam tujuh bulan terakhir harga kedelai per ton naik dua kali lipat, dari 300 menjadi 600 dolar atau hampir Rp. 6 juta. Maklum, salah satu produsen kedelai terbesar dunia, Amerika Serikat, mengubah lahan kedelainya menjadi lahan jagung untuk bahan bakar nabati.


Berdampak sementara

Pengusaha tahu dan tempe menyambut baik rencana pemerintah untuk menurunkan bea masuk impor kedelai ini. Tapi, Direktur Pengembangan Usaha Dewan Koperasi Indonesia Dekopin, Mindo Sitorus menilai, pengurangan bea masuk impor hanya akan berdampak sementara. Menurutnya, pemerintah juga perlu menempuh langkah lain untuk membantu menstabilkan harga kedelai.

Mindo Sitorus: "Pemerintahkan punya badan usaha Bulog mau pun perusahaan lainya. Segeralah. Impor dari luar negeri di Argentina, di Amerika naiknya cuma 30 persen masa dampaknya sampai di Indonesia sampai 100%. Pemerintah ambil tugasnya sebagai pemerintah. Itu di sisi jangka pendek. Jangka panjangnya, kedelai ini persoalannya empat, lima bulan, Departemen Pertanian ambil aksi dalam segi budidaya. Itu lahan masih banyak kok".


Membeli dari petani

Perum Bulog menyatakan siap mencari dana untuk mengimpor dan membeli kedelai dari petani. Direktur Perum Bulog Mustafa Abubakar mengemukakan langkah ini ditempuh untuk menjaga stabilitas harga kedelai di pasar dalam negeri. Mustafa sekaligus berencana memperpendek tata niaga kedelai, seperti yang berlaku pada perdagangan beras. Langkah ini terkait putusan pemerintah menunjuk Perum Bulog sebagai pengedali tata niaga kedelai, untuk menekan harga kedelai. Penunjukan Bulog ini disepakati Komisi VI DPR awal pekan ini.

Mustafa Abubakar: "Mungkin Bulog akan mencari sumber-sumber dana yang lebih murah. Selain mungkin dukungan dana dari pemerintah. Yang kedua, gerakan efisiensi. Sebagaimana yang kita lakukan sekarang dalam beras, efisiensi ini cukup signifikan. Yang ketiga pemendekan rantai tata niaga. Yang kedua sisi produksi, sebagaimana kami katakan tadi, siap juga untuk mendukung, termasuk petani-petani kedelai, juga termasuk kita akan siap dalam gugus tugas untuk bahu membahu melakukan pengamanan harga misalnya".


Tidak memenuhi harapan

Keputusan pemerintah menghapus bea masuk impor kedelai diperkirakan hanya akan membantu menurunkan harga sekitar 8 hingga 10 persen. Deputi Menteri Koordinator Perekonomian Bayu Krisnamurti mengatakan, perkiraan itu berdasarkan catatan impor kedelai yang mencapai 70 persen dari kebutuhan dalam negeri. Menurut Bayu sulit untuk menurunkan harga kedelai menjadi sekitar 3000 sampai 4000 rupiah per kilogram seperti yang diharapkan perajin tahu dan tempe.

Bayu Krisnamurti: "Kedelai di Indonesia itu 70% impor, dan untuk tempe itu kira kira 95 % atau bahkan mendekati 100% tempe kita diproduksi dengan kedelai impor. Sedangkan kedelai lokal dipakai untuk tahu. Jadi karateristik kedelainya agak beda. Di pasar dunia dalam sekitar enam bulan naik lebih 100% harganya. Dan dalam tiga bulan atau dua bulan dan bahkan dalam 40 hari terakhir, itu kenaikannya antara 50 sampai 70%".

Menurut Deputi Menteri Koordinator Perekonomian Bayu Krisnamurti, langkah lain untuk menurunkan harga kedelai adalah dengan subsidi. Tapi pilihan ini sangat berat bagi pemerintah karena akan membebani anggaran dan rawan penyimpangan.


Dua juta ton

Data 2006 menunjukkan kebutuhan kedelai dalam negeri rata-rata dua juta ton per tahun. Sementara produksi baru mencapai 800 ribu ton per tahun. Artinya, kekurangan 1,2 juta ton, itulah yang mesti diimpor.

Rapat Koordinasi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dengan jajaran Departemen Pertanian dan para menteri terkait memutuskan kebijakan lain. Selain menurunkan bea masuk impor kedelai hingga nol persen, pemerintah juga akan menggejot produksi kedelai dalam negeri. Dalam jangka panjang, pemerintah akan memperluas areal pertanian kedelai di berbagai daerah, seperti Aceh, Jambi, Nusa Tenggara Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur.

Berikut Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, "Lantas kita juga berkomunikasi dengan para importir kedelai yang jumlahnya tidak banyak untuk meminta pengertian mereka agar ikut juga menyelamatkan sedemikian rupa, agar harga kedelai ini tidak menjadikan shock baru bagi perdagangan pangan di negeri kita. Harus sedemikian rupa petani kita mendapat keuntungan, tetapi perajin tahu dan tempe juga bisa menjalankan usahanya dengan baik. Paket kebijakan untuk kedelai ini akan terus kita kembangkan, agar bisa merespon gejolak kedelai di satu sisi, tapi di sisi lain betul-betul bisa punya keseimbangan nanti, dengan kata lain jangan terlalu tergantung kita terhadap kedelai impor".


Lebih baik jagung

Bicara soal peningkatan produksi kedelai dalam negeri, Wakil Presiden Jusuf Kalla terdengar pesimis. Alasannya nilai ekonomi kedelai lebih rendah ketimbang komoditas pertanian lain, seperti jagung. Jusuf Kalla mengatakan, keuntungan menanam jagung di lahan seluas satu hektar bisa mencapai Rp. 8 juta sementara kedelai hanya menghasilkan Rp 3,5 juta. Akibatnya petani kedelai beralih ke komoditi lain.

Pengajar Institut Pertanian Bogor Munif Gulamadi mengatakan peralihan ini menyebabkan lahan tanam kedelai berkurang. Penanaman kedelai juga butuh biaya produksi tinggi, terutama karena mahalnya pupuk.

Munif Gulamadi: "Kalau kita melihat angka yang Rp. 5000 per kilogram, memang agak lumayanlah. Kalau kita prediksikan 1,2 juta ton per hektar itu setara dengan Rp. 6 juta, pendapatan petani agak lumalayanlah. Tapi memang kalau kita lihat biaya yang dikeluarkan per hektar itu sekitar Rp. 3,5 juta".

Menurut Munif Gulamadi, untuk menekan biaya produksi, petani biasanya memanfaatkan lahan sawah yang masih menyisakan pupuk. Catatan pengajar IPB soal mahalnya pupuk itu, layak mendapat perhatian pemerintah. Apalagi, sampai sekarang petani di berbagai daerah masih sering mengeluh soal kelangkaan dan mahalnya pupuk.




Tempeh fabriek bij Madiun
4 min - Jun 3, 2007
bij Madiun...April 2007...Indonesia
From: Java2B
April 2007




No comments: